Bagaimana orang dapat percaya akan adanya kasih ilahi yang tanpa syarat, kalau seluruh pengalamannya mengatakan yang sebaliknya, kalau sepanjang hidupnya ia mengalami rasa takut, benci, kekerasan, dan pelecehan?

Orang-orang seperti itu tidak ditakdirkan menjadi kurban! Dalam diri orang-orang seperti itu tetap ada kemungkinan untuk memilih kasih, meskipun kesempatan itu tersembunyi. Banyak orang yang mempunyai pengalaman ditolak, yang mengalami penyiksaan yang mengerikan, ternyata mampu memilih kasih. Dengan memilih kasih, mereka menjadi saksi bukan hanya mengenai ketabahan hati seorang insan, tetapi juga mengenai kasih ilahi yang mengatasi segala macam kasih manusia. Orang-orang yang memilih kasih di tengah-tengah kebencian dan ketakutan, meskipun hanya dalam skala kecil, adalah orang-orang yang mewartakan harapan yang sejati kepada dunia kita.

Lalu, bagaimana kita dapat memilih kasih, kalau pengalaman kita mengenai kasih itu kecil saja? Kita memilih kasih dengan mengambil langkah-langkah kecil kasih, setiap ada kesempatan yang tersedia. Suatu senyuman, jabat tangan, sepatah kata yang meneguhkan, sepucuk surat, rangkulan, salam yang tulus, dukungan, perhatian, kunjungan, hadiah – ini semua adalah langkah-langkah kasih yang kecil.

Setiap langkah dapat diumpamakan dengan nyala lilin di waktu malam. Nyala itu tidak meniadakan kegelapan, tetapi menuntun kita berjalan di tengah-tengah kegelapan. Kalau sesudah mengayunkan langkah-langkah kecil kita menoleh ke belakang, kita akan sadar bahwa kita sudah berjalan jauh dan perjalanan itu indah. (Henri J.M. Nouwen, Bekal Peziarahan Hidup, Kanisius, 2003)