Satu perbuatan kasih yang dilakukan manusia, satu tindakan belas kasih sangat berharga di mata Allah karena Ia tidak dapat membayarnya bahkan dengan hadiah terbesar dari seluruh ciptaaan sekalipun! Kasih adalah cahaya Allah dalam jiwa manusia, kasih adalah intisari Allah yang mewujud dalam Roh Kudus. Pada Allah kita berutang seluruh kasih kita yang seharusnya tak terbatas seperti kasihNya. Tetapi, ini tidak mungkin karena Allah sendiri tidak terbatas. Setidaknya kita harus mempersembahkan seluruh keberadaan kita demi cinta kasih, demi belas kasih. Perbuatan kita hendaknya dilakukan sedemikian rupa sehingga Allah berkenan mengatakan pada kita, “Ketika Aku lapar, engkau memberiKu makan. Ketika Aku menderita, engkau merawat dan menghiburKu.”
Supaya dapat melaksanakan cita-cita Allah tersebut, kita harus bisa melupakan diri sendiri. Dengan meningkatnya keegoisan diri, kita harus semakin menundukkan diri pada penderitaan dan kesengsaraan sesama kita. Kita harus mengubah penderitaan dan kesakitan mereka menjadi milik kita supaya memahami bagaimana menderita bersama-sama dengan sesama kita demi kasih Allah. Kita harus tahu bagaimana menanamkan harapan ke dalam hati mereka dan mengembalikan senyum yang hilang di bibir mereka, setelah menaruh kembali secercah cahaya ke dalam jiwa mereka. Dengan demikian, kita dapat mempersembahkan doa yang terindah dan termulia ke hadapanNya karena doa kita tumbuh dari pengorbanan. Doa ini merupakan intisari kasih, pemberian tulus dari seluruh diri kita, jiwa dan raga kita. (Padre Pio, In My Own Words, Kanisius,2006, hal. 55)